Indonesia sebagai negara kepulauan menjadikan dirinya punya begitu banyak potensi keindahan dan juga masalah. Keindahan sudah barang tentu akan selalu bisa kita nikmati selagi bisa merawat dan melestarikannya. Tapi kita juga bisa mengesampingkan potensi masalah yang ada. Salah satunya bencana alam.

Bencana alam di Indonesia beragam macam dan tingkatannya. Dari yang kecil seperti kemarau di beberapa daerah sampai skala besar seperti gempa bumi dan tsunami beberapa waktu yang lalu.
Potensi bencana alam ini diperparah dengan fakta daerah yang sering terjadi bencana justru di tempat yang sulit untuk diakses. Seperti tanah longsor dan gunung meletus biasanya terjadi di daerah remote alias yang sulit dijangkau. Tidak semua daerah bisa dicapai dengan kendaraan bermotor untuk bisa segera ditanggulangi.
Yang terbaru adalah status Gunung Agung di Bali yang berubah menjadi "awas" di tanggal 23 September 2017 ini. Karna statusnya ditingkatkan, mau tidak mau warga yang berada di sekitar Gunung Agung dengan radius 9 km harus segera mengungsi.
Perkaranya ga kelar di situ aja. Barusan gue baca di LINE TODAY masih ada yang ga mau ngungsi dari kawasan itu. Di beritanya itu ternyata si Bapak ga mau ngungsi karna khawatir hewan peliharaannya kelaparan kalo ditinggal. Kebetulan beliau punya anjing sama sapi.
Semenjak status Gunung Agung ditingkatkan ada relawan yang keliling sekitar kawasan gunung. Tujuannya buat nyariin dan ngasih makan hewan-hewan peliharaan yang ditinggal sama pemiliknya mengungsi. Tapi itu pun cuma untuk makanan anjing. Sementara si Bapak punya Sapi juga. Relawan itu ga bawa makanan khusus sapi. Trus gimana dong kalo udah kaya gini?
Sebelum ngebahas lebih jauh, gue udah coba cari peraturan pemerintah yang meregulasi soal penanganan hewan akibat bencana alam. Ketemunya cuman 1: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
Di Peraturan Pemerintah itupun cuman ngebahas segelintir aja mengenai penanganan hewan akibat bencana alam. Padahal hewan kan juga makhluk hidup? Kenapa perlakuannya mesti berbeda? Kalo yang sakit mungkin masih bisa ditolelirlah untuk ga dibawa ke pengungsian. Tapi kalo yang sehat piye? Masa dibiarin aja? Kasian banget
Tapi menurut gue sih ini bukan pembiaran. Ada beberapa faktor yang bisa jadi inilah penyebab kenapa si Bapak dan ratusan orang lain ga mengungsi karna hewan peliharaannya masih di rumah:

Gue di sini emang ga punya kapasitas apa-apa selain ngasih saran dan ide. Tapi kalian bisa nganggap gue sebagai perwakilan dari hewan-hewan yang ditinggalkan itu. Karna mereka ga bisa bahasa manusia, tapi mereka juga berharap untuk diselamatkan.
Ini adalah tantangan buat kita sebagai manusia-manusia penyayang alam, sebagai pencinta makhluk hidup. Terutama yang kerja di instansi yang berhubungan dan berwenang ngurusin bencana alam. Gue tau mungkin ngurus pengungsian manusianya aja udah ribet, apalagi ditambah ngurusin hewan-hewan.
Okelah ada relawan yang keliling ngasih makan selagi pemiliknya ga ada di sana. Tapi sesaat sebelum bencananya terjadi gimana? Apa kalian tega ngebiarin hewan-hewan itu mati ga berdaya? Kepekaan kita sama lingkungan diperluin untuk hal kaya gini. Bencana alam ga cuma soal manusianya aja.
Semoga kita cepat tersadar jika ada makhluk yang sering terlupa ketika manusia sedang dalam bahaya. Bahwa ada makhluk yang perlu pertolongan ketika ada bencana alam. Bahwa kita hidup di dunia ini tidak sendirian.

Bencana alam di Indonesia beragam macam dan tingkatannya. Dari yang kecil seperti kemarau di beberapa daerah sampai skala besar seperti gempa bumi dan tsunami beberapa waktu yang lalu.
Potensi bencana alam ini diperparah dengan fakta daerah yang sering terjadi bencana justru di tempat yang sulit untuk diakses. Seperti tanah longsor dan gunung meletus biasanya terjadi di daerah remote alias yang sulit dijangkau. Tidak semua daerah bisa dicapai dengan kendaraan bermotor untuk bisa segera ditanggulangi.
Yang terbaru adalah status Gunung Agung di Bali yang berubah menjadi "awas" di tanggal 23 September 2017 ini. Karna statusnya ditingkatkan, mau tidak mau warga yang berada di sekitar Gunung Agung dengan radius 9 km harus segera mengungsi.
Perkaranya ga kelar di situ aja. Barusan gue baca di LINE TODAY masih ada yang ga mau ngungsi dari kawasan itu. Di beritanya itu ternyata si Bapak ga mau ngungsi karna khawatir hewan peliharaannya kelaparan kalo ditinggal. Kebetulan beliau punya anjing sama sapi.
Semenjak status Gunung Agung ditingkatkan ada relawan yang keliling sekitar kawasan gunung. Tujuannya buat nyariin dan ngasih makan hewan-hewan peliharaan yang ditinggal sama pemiliknya mengungsi. Tapi itu pun cuma untuk makanan anjing. Sementara si Bapak punya Sapi juga. Relawan itu ga bawa makanan khusus sapi. Trus gimana dong kalo udah kaya gini?
Sebelum ngebahas lebih jauh, gue udah coba cari peraturan pemerintah yang meregulasi soal penanganan hewan akibat bencana alam. Ketemunya cuman 1: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
Di Peraturan Pemerintah itupun cuman ngebahas segelintir aja mengenai penanganan hewan akibat bencana alam. Padahal hewan kan juga makhluk hidup? Kenapa perlakuannya mesti berbeda? Kalo yang sakit mungkin masih bisa ditolelirlah untuk ga dibawa ke pengungsian. Tapi kalo yang sehat piye? Masa dibiarin aja? Kasian banget
Tapi menurut gue sih ini bukan pembiaran. Ada beberapa faktor yang bisa jadi inilah penyebab kenapa si Bapak dan ratusan orang lain ga mengungsi karna hewan peliharaannya masih di rumah:
1. Keterbatasan Sarana dan Prasarana
Udah jadi kendala di negeri ini bertahun-tahun. Seperti yang gue bilang, kadang lokasi bencana alam itu tempatnya di daerah yang cukup terpencil. Jadi agak sulit untuk dijangkau sama kendaraan biasa, apalagi peralatan berat. Apalagi untuk ngangkut hewan-hewan yang badannya kadang ga kecil kaya sapi tadi.
Itulah kenapa Presiden Jokowi memprioritaskan di tahun pertama pemerintahannya fokus membangun infratstruktur. Tujuannya agar daerah-daerah terpencil bisa diakses dengan mudah sehingga mereka setara dalam pelayanan publik, kemajuan daerah dan sebagainya. Intinya biar ga ada kesenjangan antar daerah.
2. Biaya
Faktor biaya ini juga bisa diakibat karna No. 1 tadi. Tempat yang terpencil, sarana dan prasarana yang terbatas dan lain sebagainya jadi salah 2 dari beberapa faktor yang menyebabkan itu semua.
Gue cukup yakin proses pengangkutan hewan-hewan yang diungsikan ini perlu biaya. Udah pasti mahal banget. Bisa jadi si Bapak yang diberitain tadi punya keterbatasan biaya untuk ngangkut hewan-hewannya ke pengungsian dan bikin dia bertahan di rumah.
Gue cukup yakin proses pengangkutan hewan-hewan yang diungsikan ini perlu biaya. Udah pasti mahal banget. Bisa jadi si Bapak yang diberitain tadi punya keterbatasan biaya untuk ngangkut hewan-hewannya ke pengungsian dan bikin dia bertahan di rumah.
* * *

Gue di sini emang ga punya kapasitas apa-apa selain ngasih saran dan ide. Tapi kalian bisa nganggap gue sebagai perwakilan dari hewan-hewan yang ditinggalkan itu. Karna mereka ga bisa bahasa manusia, tapi mereka juga berharap untuk diselamatkan.
Ini adalah tantangan buat kita sebagai manusia-manusia penyayang alam, sebagai pencinta makhluk hidup. Terutama yang kerja di instansi yang berhubungan dan berwenang ngurusin bencana alam. Gue tau mungkin ngurus pengungsian manusianya aja udah ribet, apalagi ditambah ngurusin hewan-hewan.
Okelah ada relawan yang keliling ngasih makan selagi pemiliknya ga ada di sana. Tapi sesaat sebelum bencananya terjadi gimana? Apa kalian tega ngebiarin hewan-hewan itu mati ga berdaya? Kepekaan kita sama lingkungan diperluin untuk hal kaya gini. Bencana alam ga cuma soal manusianya aja.
Semoga kita cepat tersadar jika ada makhluk yang sering terlupa ketika manusia sedang dalam bahaya. Bahwa ada makhluk yang perlu pertolongan ketika ada bencana alam. Bahwa kita hidup di dunia ini tidak sendirian.