Apa jadinya ketika salah satu warisan budaya Indonesia justru membawa malapetaka bagi negerinya sendiri?
Jamu merupakan salah satu warisan tertua budaya Indonesia. Terbuat dari rempah-rempah asli dari Indonesia. Katanya, jamu juga bermanfaaat buat kesehatan tubuh juga. Itulah yang jadi produk andalan dari pabrik Wani Waras selama ini.
Sinopsis film The Elixir "Abadi Nan Jaya"
Pabrik Jamu Wani Waras letaknya di Desa Wanirejo. Desa yang asri, tentram dan masih banyak ladang hijau yang tersebar di penjuru desa. Wanirejo juga rumah dari salah satu pemilik pabrik Wani Waras, Sadimin (Doni Damara) dan istri keduanya, Karina (Eva Celia).
Wani Waras sudah hampir bangkrut dan akan dijual oleh Sadimin. Namun, masih mencoba mengembangkan sampel baru untuk diproduksi. Sampel ramuan yang diberi nama "Abadi Nan Jaya".
Dari sampel inilah semua malapetaka dimulai.
Kata Sadimin, sampel ini ramuan untuk awet muda. Hasilnya mujarab dan bahkan terbilang instan. Tapi, selayaknya sesuatu yang terjadi secara instan, ada konsekuensi di belakangnya. Sadimin tiba-tiba berubah jadi tak terkendali dan memangsa manusia.
Keluarga Sadimin harus berjuang menyelamatkan diri dari kejaran "manusia" ini. Mereka terpencar, struggle demikian keras agar tetap selamat. Ada yang berhasil, ada juga yang gagal.
Review Film Abadi Nan Jaya Netflix
Buat gue pribadi, keberadaan Mikha Tambayong (Kenes) dan Eva Celia (Karina) di film Abadi Nan Jaya ibarat melihat "matahari kembar". Dua-duanya cocok jadi pemeran utama.
Kenes merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dan merupakan salah satu pewaris pabrik. Ia sosok ibu yang begitu menyayangi anaknya, Raihan. Bahkan menurut gue lebih sayang ke anaknya daripada suaminya, Rudi. Soalnya yang dicariin si Raihan mulu, suaminya ga terlalu diperhatiin. Tipikal emak-emak banget pokoknya.
Dalam perjalanannya di film ini, kamu bisa ngeliat Kenes dan kakanya Bambang (Marthino Lio) berjibaku menyelamatkan diri dari mayat hidup di Wanirejo. Misi mereka berdua cuma satu: jemput Raihan yang ada di rombongan lain bersama Rudi dan Karina.
Konflik di film ini awalnya gue kira jadi rumit. Karena ada banyak problem yang dihadapi sama keluarga ini. Terutama konflik antara Karina dan Kenes yang bersahabat sejak SMA.
Karina sendiri diceritakan dari keluarga yang bukan pebisnis, orang tuanya selalu memperhatikan anaknya bahkan sering antar pulang Kenes ke rumah. Karena ayah Kenes, Sadimin, sibuk ngurusin bisnis.
Karina juga berjibaku menyelamatkan diri bersama Raihan dan Rudi. Bahkan, menurut gue Karina berjuang lebih ekstrim daripada Kenes di film ini. Kenes buat gue ga punya survivor skill yang mumpuni. Mungkin karena berasal dari anak orang kaya yang serba dimanjain.
Dalam misi mereka menyelamatkan diri, halangannya cukup banyak. Tapi buat gue "bumbu" dramanya agak kebanyakan.
Untuk dibilang sebagai film horror menurut gue ga terlalu menakutkan. Bisa dibilang film ini tuh genrenya drama-thriller kayaknya.
Film ini tuh terasa hambar, kosong, kayak ada yang kurang.
Menurut keyakinan gue, pemainnya kayak kurang maksimal acting-nya. Jadinya, penonton ga bisa ikut kebawa sama kepribadian masing-masing karakternya. Itu yang bikin film ini jadi terasa hampa.
Selain itu, backstory masing-masing karakter juga ga digali lebih jauh. Penonton ga banyak tau Karina itu dididik sama almarhum ibunya kayak gimana. Kenes itu orang tuanya kayak apa, bahkan suaminya Kenes si Rudi aja gue ga tau kerjaannya apaan.
Filmnya ga ngajak penonton kenal lebih dekat sama karakter-karakternya. Kita cuman disuruh nonton trus yaudah gitu. Hambar banget, ga ada keinginan untuk bonding. Bener-bener kayak memuaskan hasrat penulis skenario dan sutradara doang nontonnya.
Kalo diibaratkan makanan, Abadi Nan Jaya ini kayak bubur ayam polos tanpa topping. Kurang menarik, ga ada variasi rasa selain rasa buburnya doang. Begitu dimakan ga meninggalkan kesan apa-apa. Laparnya sih ilang, tapi ga bikin kenyang.
Abadi Nan Jaya direkomendasiin untuk
Menurut gue, film ini cocok ditonton bareng keluarga, untuk usia di atas 13 tahun. Ga ada adegan porno/vulgarnya, meskipun pakaian Karina agak sedikit terbuka di film ini. Namun ada adegan yang cukup sadis, seperti darah muncrat, ngelindes, nusuk kepala dan nembak kepala orang.
Kalo lu suka nonton film-film yang punya adegan brutal dan sadis, film ini akan cocok buat ditonton. Meskipun warna "darah" di film ini diganti dengan warna merah kehitaman. Kalo pernah nonton film The Raid dan lu gapapa sama adegan sadis/brutalnya, harusnya lu ga akan terganggu sama adegan serupa di film ini.
Hal yang mungkin lu rasain sehabis nonton film ini: munculnya keinginan untuk nyiapin "survival kit" jaga-jaga ada kejadian serupa menimpa. Gue ga pengen jadi korban dan sebisa mungkin nyelamatin diri. Abadi Nan Jaya menginspirasi gue untuk bikin tulisan tentang itu.
Hal yang perlu disiapin pas nonton
Pertama-tama lu ga perlu ngasih ekspektasi terlalu tinggi sama film ini. Takutnya ntar kecewa dan ngejelek-jelekin filmnya. Padahal bisa jadi filmnya jelek bukan karena eksekusinya, mungkin karena selera lu aja yang beda. Persis kayak review yang gue tulis ini.
Kalo lu ga jijik sama darah dan organ tubuh manusia, lu bisa siapin cemilan dan minuman. Jangan siapin nasi padang karena bakalan repot harus makan pake tangan sambil nonton film.
Nilai kengantukan
Daripada sekadar ngasih nilai/bintang untuk film ini, gue akan kasih nilai kengantukan aja. Inspirasi penilaian ini gue dapat dari artikel instagramnya ussfeeds yang ngereview salah satu film tahun lalu. Semakin tinggi nilainya, semakin membosankan filmnya.
Menurut gue, Abadi Nan Jaya layak dikasih 4/10 nilai kengantukan. Filmnya ga membosankan untuk ditonton. Tapi juga ga terlalu menarik untuk bikin pengalaman nontonnya jadi terasa memorable.
Buat yang belum nonton, setelah baca review Abadi Nan Jaya yang gue tulis, bikin lu kepengen nonton atau malah ga jadi nonton?
Buat yang udah nonton, lu setuju ga sama review gue terhadap film ini?
Tulisin pendapat lu di kolom komentar, ya!























